Sepakbola Itu Seni. Bukan Sekedar 2x45 Menit
Joga Bonito
sebuah phrase daribahasa Portugal yang sering didengar oleh masyarakat sepak
bola. Secara harafiah jogar berarti bermain dan bonito bermakna indah. Tidak dapat dipungkiri jika setiap indra dalam tubuh manusia
secara fisiologis sangat peka dan menikmati oleh sebuah rangsang berupa
keindahan, terutama indra penglihatan yang secara kompak bersama setiap sel
otak menangkap keindahan dan mengeluarkan respon tubuh berupa good mood serta
kegembiraan. Begitu juga keindahan dalam sepak bola.
Di tengah lapangan mata akan dimanjakan dengan atraksi-atraksi pemain secara
individu, juga permainan kolektif dari sebuah tim dalam melakukan penyerangan
serta pertahanan. Racikan strategi dan cara bermain dari pelatih tidak ubahnya
dapat dinikmati layaknya kita menikmati sebuah orchestra yang dipimpin oleh
conductor. Saat tempo mengalun pelan kita terbuai masuk dalam alunan itu, beitu
pula saat ritme cepat jantungpun ikut berpacu. Tidak heran jika sepak bola menjadi
sportainment, olah raga dan juga hiburan yang merajai industry olah raga dunia.
Itu yang terjadi dalam lapangan, dan terjadi hanya 2x45 menit. Di luar lapangan? Keindahan sepak bola juga tak luntur. Apabila ada
salah satu produser sinetron yang hendak mengangkat sebuah kisah penuh cerita
suka, duka, konflik, kepentingan, loyalitas, dan fanatisme yang memiliki stok
episode unlimited, saya akan merekomendasikan kisah sebuah klub kebanggaan
kera-kera Ngalam, Arema.
Jangan menutup mata, memang begitulah adanya. Apa yang tersaji semenjak 1987
hingga detik ini merupakan keindahan alunan Arema di luar lapangan yang
menyuguhi kita dengan rentetan drama. Apakah dualism merupakan klimaksnya? Bisa
dibilang iya. Lihatlah performa Arema yang berlaga di Indonesian Super League,
hati Aremania-Aremanita mana yang tak sedih? Dari lima laga hanya memperoleh
satu poin, pelatih diputus kontraknya pasca laga keempat, dan jadi
bulan-bulanan tim lawan di hadapan Aremania-Aremanita.
Setali tiga uang dengan nasib Arema yang berlaga di Indonesian Premiere League,
bermain cantik di lapangan dengan pemain yang mayoritas mengantarkan Arema
menjadi juara di tahun 2009 dan runner up di tahun 2010 tidak menjadi jaminan
terbebas dari konflik. Rumor pemecatan pelatih dan pemain, pembentukan tim
baru, bayang-bayang eksodus adalah rangkaian konflik yang dialami. Itulah
keindahan Arema diluar lapangan dimana kejutan ceritanya selalu menarik disimak
dan selalu ditunggu-tunggu. This is Arema!
Asik sekali menyimak twit dari akun @we_aremania senin pagi, 9 January 2012 ini
yang menganalogikan sepak bola dengan industry hiburan. Penonton merasa
terhibur akan datang, penonton tidak terhibur akan meninggalkan. Tapi tidak
dengan supporter, supporter akan tetap berada di atas tribun meneriakan yel-yel
dan nyanyian dukungan terhadap klub kesayangan. Yang menjadi poin adalah
bagaimana menjadi supporter yang sekaligus menjadi penikmat keindahan
drama-drama sepak bola.
Dalam menikmati keindahan sebuah drama bolehlah kita masuk dalam alurnya ikut
merasakan suka, duka, tangis, dan tawa. Namun yang harus digaris bawahi jangan
berlebihan. Malu rasanya apabila sepasang suami istri harus bertengkar akibat
terbawa konflik sinetron yang dilihatnya. Begitu juga dengan menikmati
keindahan Arema yang saat ini tengah berada di plot konflik.
Rasa rendah hati dan saling menghargai sangat diperlukan dalam menyikapi klub
kebanggaan. Semua pasti ingin hanya ada satu Arema, oleh karena itu terlalu
sensitive dalam menyikapi juga hal yang muspro. Ibarat peribahasa jawa mburu
uceng kelangan deleg jangan sampai hanya karena sesuatu yang kecil kita
mengorbankan suatu yang besar, persatuan Aremania-Aremanita.
Keindahan Arema sekarang menapaki babak konflik utama/ klimaks, waktu akan
menuntun pada babak konklusi. Happy ending atau tragedy ? Kita usaha dan doakan
agar menjadi Happy ending dan akan indah pada waktunya. Football is Art!
Include Arema.
Sumber:http://wearemania.net/index.php/aremania-voice/1413-sepakbola-itu-seni-bukan-sekedar-2x45-menit
Niken Rina
Math '08
KK-PPL '12
0 komentar:
Posting Komentar